Dunia dalam Kegalauan, Haruskah Hati dan Pikiran Ikut Terbawa Olehnya?

Bola Dunia

Dunia dalam kegalauan dan keresahan. Hampir seluruh penjuru dunia, setiap negara merasakan dampak dari makluk yang super kecil, yang bernama virus corona. Berita televisi tiada henti membahas makhuluk ini. Koran-koran juga menyuguhkan berita tentang keberadaannya. Belum lagi, media sosial yang sungguh agresif menceritakan polah yang liar dari virus ini. Ada yang bernada amarah, dan ada yang begitu santai dan enjoy aja. Nah yang santai ini, menggangap virus corona tidak berdampak pada kehidupannya. Ada tidak ada, tidak berpengaruh dalam kesehariannya.

Saat ke luar rumah pun, tiada henti orang membicarakan covid-19. Semua mengeluh, soal ekonomi yang dirasa semakin sulit, diputus atau dirumahkan dari pekerjaannya. Pokonya benar-benar stres katanya. Kebutuhan hidup yang meningkat, pendapatan keuangannya berhenti total. Makan semakin susah. Keluh kesah itu semakin santer saya dengar.

Pemerintah pun juga demikian. Dibuatnya sibuk dan serba salah. Setiap ambil kebijakan, tidak mendapat respon yang baik dari rakyatnya. Yang katanya, pemerintah telah mengekang kebebasannya. Masak ini dan itu harus dilarang.Sebuah perdebatan yang tidak akan berkesudahan.

Memasuki era atau jaman akhir, semua serba tidak jelas. Maka merespon sesuatu dengan tidak jelas juga. Lah kenapa harus ngegas, jika persoalannya tidak jelas? Bikin naik tensi dan naik darah saja. Coba perhatikan, katanya masker hanya dikenakan bagi orang sakit, tapi kini semua orang disarankan memakai masker saat ke luar rumah. Badan kesehatan kelas dunia dunia saja cepat berubah omongan, apalagi penjabat tingkat nasional. Santai saja menanggapinya.

Dunia sekarang kan aneh, bukan kebutuhan pokoknya saja menjadi rebutan dan terjadi penimbunan. Apa itu? Apalagi jika bukan masker! Saya pun sampai dibuatnya tidak percaya. Buat apa masker ditimbun? Kadang lucu tapi tidak lucu. Saya jarang pakai masker, seandainya pakai itu pun baju koas oblong yang saya lepas dan saya jadikan penutup hidung. Itu saja! Boro-boro mau beli masker buatan pabrik, untuk kebutuhan makan saja dompet tipis.

Belum lagi orang yang suka teriak-teriak, jangan takut dan jangan cemas. Kadang masih ada tambahan embel-embel, Virus Corna adalah Tentara Allah, takutlah dengan yang menciptakan virus itu. Aduhu, nyatanya, dia tidak tahan dengan perut lapar. Teriak-teriak menyalahkan pemerintah yang tidak bisa berbuat apa-apa. Belum lagi dengan pemerintah itu sendiri, yang menyarankan kerja dari rumah, ibadah dari rumah. Giliran ada pemutusan hubungan kerja secara masal, kelimpungan juga. Boleh beraktivitas jika dirasa itu penting, pelayanan publik tidak boleh berhenti, perokomian tetap jalan. Weleeeeh.....

Semua itu sebenarnya bisa dimaklumi dan bisa dimengerti. Situasi dalam kekacauan dan genting, pastinya akan berpengaruh pada pikiran manusia itu sendiri. Apalagi jika sudah menyangkut urusan perut. Dijamin tambah ruyam, bahkan lebih parah dari soal virus corona itu sendiri. Yang penting, tetap menjaga pikiran dan hati tetap adem. Berusaha untuk waras dan sabar. Semua itu pasti akan ada masanya.Sing sabar ya bos!, katang bang Jarwo.

Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top