Pedagang Kaki Lima Wujud dari Kemandirian Ekonomi Warganya, Masak seh?

Pedagang Kaki Lima

Kalau ada pemilu Pilkada, Pemilihan Pemimpin Pemerintah Daerah yang menjanjikan lowongan kerja seluas-luas bagi warganya. Kadang saya hanya tersenyum gimana gitu. Khususnya Pilkada Jakarta. Sedangkan dilapangan atau kenyataannya banyak perusahaan yang gulung tikar. Entah itu pindah ke daerah luar jakarta maupun pindah ke luar negeri. Belum lagi, kawasan industri untuk perusahaan yang ada di Jakarta juga semakin langka. Tanah-tanah kosong lebih bermunculan apartemen maupun perkantoran. Perusahaan? Dianggap sebagai penyumbang polusi udara. Maka perusahaan lebih memilih di daerah Bekasi, Cikarang maupun Tengerang.

Kalau perusahaan bisa menampung tenaga kerja ribuan. Perkantoran atau mal? Masih dalam hitungan jari. Sehingga mana mungkin warga Jakarta bisa terserap semuanya. Akhirnya banyaklah yang menjadi pengangguran. Termasuk admin blog ini, yang kerjanya lontang-lantung tidak jelas juntrungnya.

Belum lama ini, Gubernur Jakarta mewacanakan atau berencana membuat trotoar bisa menjadi multifungsi. Entah nanti trotoar bisa dipergunakan untuk pejalan kaki, seni, budaya dan bisnis. Nah bisnis ini mungkin mencangkup usaha pedagang kaki lima. Atau terkenalnya dengan sebuatan PKL.

Pastinya semua orang sudah tahu kan apa itu PKL? Pedagang Kaki Lima. Itu lo orang yang suka berjualan di pinggir jalan, khususnya trotoar. Entah itu menggunakan gerobak, dipikul maupun kendaraan. Betul lo, sekarang ada PKL yang menggunakan kendaraan roda dua, tiga maupun roda empat. Sungguh kreatif banget kan?

Pertumbuhan atau keberadaan PKL kian kian hari kian menjamur. Faktor utama ya itu, banyak perusahaan yang tutup maupun pengurangan karyawannya. Sehingga banyak orang yang berusaha untuk mandiri. Berwiraswasta.

Sebuah usaha yang perlu diapreasi. Dalam keadaan perekonomian yang lagi tidak menentu. Pemerintah yang tidak mampu menyediakan lowongan kerja. Warganya tetap kuat dan berusaha mandiri. Soal pro dan kontra trotoar dipergunakan untuk PKL hal yang wajar. Semua ada sisi benar dan salahnya, tergantung dari sudut mana memandangnya. Kalau soal urusan perut, dari jaman bahola selalu rumit.

Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top