Nenek Penjual Serabi Terus Berjuang Tak Perduli dengan Tantangan Jaman

Penjual Serabi

Dua minggu ini disibukan dengan urusan koding. Lagi ingin rapi-rapi tema template biar penampilannya tambah ganteng dan mempesona. Biar tampil beda dan punya ciri khas. Resiko dari sering diotak-atik ya itu, loading blog semakin berat. Tapi tak jadi soal, jaringan sudah mendekati 5G ini. Sehingga nantinya akan "Katakan tidak pada olala-olili". Memang sebenarnya saya sendiri lebih suka edit tema daripada membuat artikel.

Kalau sudah edit tema, wah tidak mengenal waktu. Bisa betah berlama-lama menatap itu kode-kode yang rumit. Dan lupa makan pastinya. Walau sebenarnya jika berbicara soal puas dan tidak puas itu relatif. Tapi apa boleh buat, yang namanya blog gratisan, pastinya ada batas kapasitasnya. Tidak leluasa seperti halnya jika sewa domain dan hosting sendiri.

Kue Serabi

Untuk membuang rasa suntuk dan kebosanan, mencari hiburan luar rumah. Paling enak ya berkuliner ria. Jajan yang murah meriah, tapi lezat. Memanjakan pikiran sejenak, dan memuaskan isi perut. Sekaligus mengetes kepekaan lidah, apakah masih normal. Apakah masih bisa membedakan antara lezat, nikmat dan tidaknya sebuah olahan makanan.

Wah jadi ingat almarhum Kang Bondan, dengan kata Mak Yuss-nya itu. Kuliner saya kali ini, cukup jajanan tradisional, alias kaki lima. Yang sekiranya tidak begitu terlalu menguras isi dompet. Kue Serabi. Kue dengan bahan utamanya adalah tepung beras dan santan kelapa. Yang nantinya saat makan bersandingkan dengan air gula jawa maupun santan kelapa. Rasanya gurih sekali.

Penjual Serabi

Kue serabi langganan saya adalah seorang nenek yang berjualan di depan Rumah Susun Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara. Masih satu jalur dengan Pasar Proyek Sukapura. Entah sudah berapa lama beliau berjualan, perkiraan saya sudah 30 tahunan lebih. Sungguh luar biasa tekun dan uletnya. Kulit yang semakin keriput pun terus bertahan dan berusaha untuk mandiri.

Dulu pertama kali jualan, persis di depan pagar Rumah Susun Sukapura. Mengunakan tungku kecik yang ditama di tanah. Bahan bakarnya masih menggunakan kayu. Jualannya tiap pagi hari dan kadang sore. 

Pernah juga saya perhatikan menggunakan bahan bakar gas, tapi tidak berselang lama kembali lagi menggunakan kayu, mungkin berpengaruh dengan hasil maupun cita-rasa dari kue serabi tersebut. Kue serabinya cepat gosong tapi belum sampai matang di dalamnya. Konsumen pada komplen.

Kini nenek berjualan di seberang jalannya. Di atas trotoar yang belum lama selesai dibangun. Menggunakan gerobak yang dimodifikasi. Dan bahan bakarnya tetap menggunakan kayu. Sungguh luar biasa bersemangat untuk terus berwirausaha. Tidak perduli tantangan dan kerasnya jaman. Terus dihadapi dan terus berjuang.

Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top