Kehidupan ini Sebatas Saling Memandang dan Saling Mengintip, Ah yang Benar?

Mengintip

Saya itu punya guru, beliau paling tidak suka menjawab pertanyaan dari santri atau jamaahnya jika mengenai persoalan hidup. Sebuah pertanyaan tentang keluhan dan keresahan keseharian. Beliau lebih senang menjawab pertanyaan yang menyangkut tentang agama. Semisal, tata cara ibadah maupun tafsir dan hadist.

Bagi beliau, yang namanya persolan hidup sampai kapan pun selalu ada. Maka tidak perlu diratapi. Disuruh menjalani saja dengan santai. Syukur-syukur dinikmati. Khususnya hal kemiskinan. Miskin kan sudah dari nenek moyangnya, sudah dari mbah-mbah buyutnya tidak hanya sekedar dari orang tua. Jika sekarang masih tetap miskin, seharusnya tidak perlu kaget. Seharusnya sudah terbiasa dengan itu yang namanya kemiskinan.

Kecuali orang tuanya dulu kaya, terus sekarang miskin, masih dimaklumi jika sedikit sock. Itu pun tidak boleh terlalu lama larut dalam penderitaan. Harus segera bangkit dan terus berjuang. Manusia itu hanya disuruh berihtiar dan berusaha sekuat mungkin. Soal hasil, serahkan pada yang Maha Kuasa dan yang Maha Pemberi.

Yang namanya hutang, maupun BPKB kendaraan nyangsang di pegadaian itu bagian dari seni kehidupan. Sebuah lakon atau alur dari sandiwara. Hal lumrah dan bukan sebuah keiaban. Tidak perlu diambil pusing dan tidak perlu putus asa. Dan tidak perlu terlalu bersedih hati. Ingat, hutang itu jangan dipikirin tapi dilunasin. Ah, bisa saja Kyai ini bercandanya.

Kalau dipikir-pikir ada betulnya juga ya. Wah bahagia kok harus bersyarat. Harus punya uang, baru bisa tersenyum dan tertawa. Kalau tidak punya uang, bibirnya manyun satu meter. Iri dan dengki dengan kehidupan orang lain. Terus meyalahkan Tuhan yang dianggapnya tidak adil. 

Kehidupan ini sebatas saling memandang dan saling mengintip. Kalau melihat kehidupan orang lain, kayaknya itu enak dan tercukupi. Seakan-akan tidak punya problema kehidupan. Coba deh, jika benar-benar masuk ke dalam kehidupannya. Pasti ada juga riak-riak persoalan.

Atau bisa jadi justru orang lain itu iri dengan kehidupanmu. Tapi kamu sendiri tidak menyadarinya. Karena kamu terlalu focus dengan apa yang kau anggap kekurangan dalam diri kamu, sehingga kamu tidak bisa bersyukur. Nikmati kehidupan ini dalam hitungan hari demi hari. Imbuh pitutur guru saya.

Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top